Sumber: tokohindonesia.com |
Isu santer tentang bangkitnya paham ajaran komunis di Negara kita ini sedang hangat-hangatnya. Adanya upaya dari Komnas HAM untuk mencari keadilan bagi keluarga-keluarga eks PKI, membuat masyarakat menilai adanya upaya untuk membangkitkan Partai ini. Keadaan ini dimulai dengan dilakukannya penyelidikan pelaggaran HAM yang terjadi setelah tahun 1965 di mana banyaknya orang-orang PKI yang dibantai oleh massa yang "didalangi" oleh Pemerintahan ORBA.
Untuk menguak kejadian ini, diadakan diskusi, seminar, simposium dan pembuatan artikel-artikel yang berkaitan dengan kejadian 1965. Hal ini dilakukan untuk mendapat titik terang apa sebenarnya terjadi pada masa itu. Dari kegiatan ini dapat disimpulkan, kalau memang terjadi pelanggaran berat yang dilakukan pemerintah dalam memberangus PKI. Keadaan ini tidak hanya dirasakan oleh anggota PKI pada masa itu saja, namun anak cucu merekapun merasakan didiskriminasi oleh pemerintah.
Pada masa ORBA, usaha ini tidak mungkin dilakukan. Saat terjadinya Reformasi, dengan adanya kebebasan berbicara dan berpendapat, usaha ini baru dapat dilanjutkan lagi. Karena pada masa orde baru semua kegiatan yang mengganggu roda pemerintahan, walaupun kritikan itu membangun, langsung dibungkam kalau perlu diberanguskan.
Usaha untuk mendapatkan keadilan ini sampai pada sidang pengadilan rakyat internasional (international people's tribunal) yang diadakan di Den Haag, Belanda. Di mana dalam sidang ini dibahas tentang pembuktian telah terjadi pelanggaran HAM pada para pendukung PKI pada tahun 1965. Sidang ini dilakukan karena Negara tidak mau meminta maaf kepada keluarga PKI.
Bak Bola salju, kasus ini mengelinding menjadi besar. Munculnya bendera palu arit, Baju Kaos belambangkan PKI sampai diadakan acara yang bernuansa PKI, munculnya lagu genjer-genjer yang telah lama hilang, dulu menjadi lagu wajib PKI, membuat masyarakat tersentak, ada apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa logo-logo yang selama ini tabu untuk dipakai, sekarang bermunculan tiba-tiba.
Sehingga masyarakat awam merasa cemas. Sampai-sampai masyarakat Indonesia dibilang fobia PKI. Fobia adalah ketakutan yang belebihan terhadap sesuatu. Ini bukan fobia, ini adalah kewaspadaan masyarakat terhadap kehadiran Partai yang pernah membuat negara merah.
Kita jangan lupa, kenapa orang tua kita dahulu sangat menabukan partai ini. Karena mereka lebih tahu dan paham, bagaimana sepak terjang partai ini. Bukan dari Partainya, cuma paham yang dipakai. Paham PKI adalah Komunis, dimana Partai mempunyai slogan "Sama Rata, Sama Rata" ini, mempunyai pokok pikiran dimana masyarakat tidak ada miskin atau kaya, semuanya sama. Masyarakat tidak memiliki alat produksi, masyarakat dilarang berpendapat dan mengkritisi pemerintah dan semua sendi perekonomian dipegang oleh pemerintah. Partai yang berlogokan palu arit ini menganut paham Marxisme yang sifatnya atheis. Atheis adalah sebuah paham dimana menganggap Tuhan itu tidak ada. Berdasarkan dasar pikiran ini, PKI sudah jauh paham yang dipakai Indonesia. Pada Sila Pertama jelas-jelas disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berarti Indonesia berdasarkan agama. Sedangkan PKI tidak, ini jelas-jelas bertentangan dengan dasar negara. Paham atheis menghalalkan semua jalan untuk mencapai tujuan. Walaupun itu melanggar HAM, itu tidak masalah.
Kita sebagai generasi muda jangan menjadi generasi ikut-ikutan. Dimana semua informasi yang kita dapat, kita telan mentah-mentah tanpa ada filter untuk menyaring apakah itu benar atau salah, bahaya atau aman. Jadi kita ikut-ikutan, cuma kita tidak tahu apa yang kita ikuti. Yang penting exis dan kelihatannya keren. Padahal yang kita lakukan itu sangat berbahaya untuk masa depan bangsa. Begitupun dengan Paham Komunis, paham yang akan mengekang penduduknya.
Untuk apa kita mencari paham yang cocok untuk negara kita, padahal Paham Pancasila sudah membuktikan betapa kuatnya menopang bangsa ini. Kita saja yang kurang mengamalkan paham ini. Rontoknya rasa Nasionalisme kita, menjadi pemicu keretakan dan angin segar masuknya paham-paham yang ingin menghacurkan negara kita ini.
Lebih baik benahi diri kita untuk memajukan negara kita tercinta ini, dibanding kita membangkit-bangkit luka lama. Kita bangun negara kita ini dengan inovasi-inovasi yang tepat guna sehingga negara kita kembali berjaya lagi.
Sebagaimana nasehat orang tua kita dahulu, "Lebih baik dihentikan, kalau sudah tahu jeleknya nanti".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar